Kamis, 15 Maret 2012

Kesenian Tiban Ditinjau dari Kepercayaan Masyarakat Jawa

Suatu kebudayaan sangatlah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Bemacam-macam kebudayaan terdapat dalam negara yang terdiri dari berbagai suku,ras dan etnis ini. Indonesia kaya akan kebudayaan yang terdapat di dalamnya. Namun dari semua itu terdapat pengertian mengenai konsep kebudayaan itu sendiri. Berbagai macam pendapat mengenai pengertian tersebut berbagai macam pula tokoh atau sumber yang muncul untuk menjelaskan pengertian kebudayaan itu sendiri.

Sejak awal abad ke-20 kebudayaan cenderung kita pahami sebagai konsep yang akademis, tetapi tetap saja kita saksikan,alami,jalani selenggarakan dan cerdas sebagai realitas empiris. Sebagai realitas empiris kebudayaan itu adalah fenomena yang multikompleks. Kita memahami kebudayaan sebagai konsep dalam upaya memahami substansinya , mengenal anatominya , mengetahui fungsi dan cara kerjanya, serta mengantisipasi kecenderungannya maupun kegagalannya.

Menurut beberapa sumber kebudayaan memiliki pengertian yang bervariasi. Dalam KBBI menjelaskan istilah’budaya’ sebagai : 1) pikiran ;akal budi;hasil budaya; 2) adat istiadat : menyelidiki bahasa dan budaya; 3) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang ( beradab,maju): jiwa yg budaya; 4) sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah.” Sedangkan istilah ‘kebudayaan’dijelaskan sebagai “ 1) hasil kegiatan dan penciptaan batin(akal budi) manusia spt kepercayaan ,kesenian,dan adat istiadat; 2)Antr keseluruhan pengetahuan manusia sbg makhluk sosial yg digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yg menjadi pedoman tingkah lakunya.

Menurut JWM Bakker istilah ‘budaya’ dalam bahasa Indonesia berasal dari istilah ‘abhyudaya’ dalam bahasa Sanskerta dan dalam bahasa itu “menegaskan: hasil baik ,kemajuan,kemakmuran yang serba lengkap sebagaimana dipakai dalam kitab Dharmasutra dan dalam kitab-kitab agama Budha untuk menunjukkan kemakmuran ,kebahagiaan ,kesejahteraan moral dan rohani,maupun material dan jasmani,sebagai kebalikan dari Nirvana atau penghapusan segala musibat untuk mencapai kebahagiaan di dunia.

Berbeda lagi dengan Supartono yang menulis:”Kata Kebudayaan berasal dari kata budhdalam bahasa Sansekerta yang berarti akal,kemudian menjadi kata budhi(tunggal) atau budhaya ( majemuk ), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Dan masih banyak pendapat lagi mengenai pengertian kebudayaan yang muncul. Sebenarnya upaya-upaya definisi tersebut hendak mencakup segala praksis yang ada dalam segala masyarakat manusia di segala babak sejarah.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa kata ‘kebudayaan’ berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti ‘budi’ atau ‘kekal’. Sedangkan tentang kata asing culture , tulisnya ,”berasal dari kata Latin colere( yaitu ‘mengolah’,’mengerjakan’, dan terutama berhubungan dengan pengolahan tanah atau bertani), memiliki makna yang sama dengan ‘kebudayaan’ yang kemudian berkembang menjadi segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam, atau bisa dikatakan pula kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa,tindakan ,serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat,yang dijadikan miliknya dengan belajar.

Indonesia memiliki berbagai macam jenis budaya. Dari sabang sampai Merauke memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Salah satunya di Pulau Jawa. Jawa sendiri memiliki macam wilayah, diantaranya yaitu Jawa Timur. Kebudayaan yang dimiliki Jawa Timur ini pun sangat banyak. Seperti yang terdapat di daerah Trenggalek. Di sini terdapat suatu kesenian yang sampai sekarang masih dilakukan meskipun tergempur oleh budaya modern. Tradisi ini biasa disebut “Tiban” atau tradisi meminta hujan. Awal tradisi ini muncul ketika anak-anak gembala yang merebutkan air untuk ternaknya pada saat kemarau panjang melanda daerahnya. Lalu mereka melakukan sesuatu berharap agar hujan turun. Untuk itu mereka adu kekuatan dengan cara menggunakan cambuk sebagai senjatanya dan tanpa diduga di tengah-tengah perkelahian hujan pun turun.

Hingga saat ini tradisi ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat wilayah Trenggalek saat musim kemarau tiba. Tradisi ini juga meminta pertolongan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Cambuk yang digunakan dalam tradisi ini terbuat dari lidi aren yang dipintal dengan jumlah yang tidak menentu. Di dalam tradisi ini dipimpin oleh seorang yang disebut “landang”, pemimpin ini dipilih karena bijaksana dan menguasai permainan atau orang yang paling senior. Tradisi ini disajikan dengan iringan irama gamelan yang dinamis sehingga membuat pemain bersemangat dan energik.

Munculnya tradisi dapat kita lihat bahwasanya terdapat adanya suatu interaksi antara manusia dengan dunia mistis. Maksudnya bahwa dalam tradisi tiban ini dalam pelaksanaannya memiliki makna filosofi tertentu terhadap kekuatan gaib sehingga memunculkan kekuatan supranatural yang berasal dari luar diri manusia. Kekuatan tersebut muncul karena adanya sarana dan prasarana ritual yang dilafalkan melalui doa-doa dan mantra tertentu. Kesenian ini dapat dikatakan sebagai ritual karena memiliki syarat yang bisa dikatakan sebagai ritual diantaranya yaitu pemainnya dipilih yang dianggap suci, pertunjukkan dilakukan di tempat sakral. Dipilih waktu pelaksanaan yang sakral. Serta menggunakan sesaji dan perlengkapan yang bertujuan untuk lebih dari sekedar tontonan biasa. Sesaji yang biasanya disediakan dalam tradisi ini yaitu nasi tumpeng beserta lauknya, jajan pasar dan pisang. Tidak lupa juga terdapat kemenyan yang dibakar sebagai prasarana antara manusia dengan kekuatan gaib.

Hal tersebut dilakukan karena adanya nasi tumpeng beserta isinya mempunyai makna bahwa umat manusia di dunia ini akan selalu kembali kepada Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa pencipta bumi beserta isinya. Menurut masyarakat sendiri tradisi ini dilakukan oleh anak laki-laki yang berusia tidak kurang dari 15 tahun. Ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Tradisi tiban ini apabila ditinjau dari segi karya seni, dapat diketahui bahwa tiban ini merupakan karya seni yang mengagumkan. Mengagumkan karena pada setiap jenjang peradaban manusia selalu muncul karya seni yang menampilkan sebuah pengorbanan (bukan kekerasan). Sedangkan jika karya seni ini ditinjau dari segi mistik maka tradisi tiban ini dapat pula dikatakan mengagumkan juga karena pada setiap tempat di muka bumi ini selalu mempunyai ucapan “ilahi” (mantra) yang selalu dipercaya mampu mengatasi masalah dengan jalan pikiran yang kurang rasional.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa tradisi kesenian tiban ini masih adanya hubungan dengan melibatkan dunia selain manusia juga Sang Pencipta. Dan unsur yang juga terdapat dalam tradisi tiban ini adalah adanya ilmu gaib. Ilmu gaib merupakan kemampuan melakukan sesuatu yang tidak wajar melebihi kemampuan manusia biasa, dan sering juga dikatakan sebagai ilmu metafisika, ilmu supranatural atau ilmu kebatinan karena melibatkan hal-hal yang tidak nampak oleh mata. Beberapa kalangan menganggap bahwa ilmu gaib sebagai hal keramat dan terlalu memuliakan orang yang memilikinya, bahkan menganggap wali atau orang suci. Perlu ditekankan bahwa keajaiban dan karomah yang terdapat pada Wali tidak sama dengan ilmu gaib yang ada saat ini.

Dalam hasanah perkembangan ilmu gaib saat ini seperti yang dilakukan dalam tradisi tiban ini termasuk dalak aliran kejawen. Namun tidak murni kejawen karena sudah adanya campuran dengan tradisi islam. Mantra yang dilakukan ketika tradisi ini dilaksanakan biasanya diawali dengan bacaan Bismillah kemudian dilanjutkan dengan mantra berbahasa Jawa. Dan biasanya diakhiri dengan dua kalimat Syahadad. Aliran seperti ini tumbuh subur di desa-desa yang kental dengan kegiatan keagamaan. Awal mula aliran ini adalah budaya masyarakat Jawa sebelum islam datang yang memang menyukai kegiatan yang berhubungan dengan hal mistik dan melakukan hal spiritual untuk mendapatkan kekuatan supranatural.

Tradisi ini juga member pelajaran perilaku manusia yang akan menimbulkan bekas pada jiwa maupun badan seseorang. Perilaku-perilaku tertentu yang khas akan menimbulkan bekas yang dahsyat sehingga seseorang itu bisa melakukan sesuatu yang bisa melebihi kemampuan manusia biasanya. Perilaku tersebut disebut tirakat, ritual atau olah rohani. Tirakat itu dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan melakukan hal-hal sebagai syarat seperti puasa, wirid maupun melakukan doa-doa. Hingga saat ini tradisi seperti ini masih sering dilakukan terutama pada desa-desa atau daerah yang merupakan kawasan pesantren. Karena biasanya orang yang tinggal seperti di daerah ini masih kental akan ajaran yang diterima sebelumnya.

Tiban ini bisa disebut bahwa dalam pelaksanaan ritual ini menggunakan ilmu permainan (atraksi). Karena ilmu yang digunakan hanya bisa pada saat pertunjukkan ini berlangsung. Sepintas ilmu ini mirip dengan ilmu kanuragan karena bisa memperlihatkan kekebalan tubuh terhadap benda-benda berbahaya yang pada tradisi ini yaitu cambuk. Namun ilmu ini tidak dapat digunakan dalam konteks bertarung yang sesungguhnya.

Masyarakat Jawa umumnya masih mempercayai hal-hal yang dianggap berpengaruh terhadap kehidupan. Segala sesuatunya pun juga selalu memiliki filosofi yang pada akhirnya membuat masyarakat itu sendiri semakin kuat terhadap apa yang dipercayainya.

Kesenian tiban ini masih ada hingga saat ini disebabkan karena adanya suatu kepercayaan yang dilakukan secara turun-temurun dan dianggap sebagai warisan yang harus dipelihara agar kesenian ini tidak hilang ditelan jaman modern seperti yang terjadi pada saat ini. Tradisi ini salah satu warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan jika perlu pemerintah daerah yang terdapat di wilayah itu sendiri menaungi dengan wadah yang bisa membuat kesenian ini tidak punah dan mencari bibit-bibit yang dapat meneruskan kesenian tiban ini.

1 komentar:

  1. bagus mbak,,, mungkin bisa lebih bagus lagi jika disertai refeensi yang kongkrit

    BalasHapus